Monday, November 24, 2008

Untitled Part 2




Saat saya hanya bisa mengomentari keadaan para veteran kemerdekaan kita, pemuda/pemudi lainnya sudah mampu secara nyata menunjukkan kepedulian dan penghargaan mereka kepada para veteran. Seharusnya saya malu (I get a lesson to practice what I preach!).

Thursday, November 13, 2008

Untitled

Beberapa hari yang lalu saya terlibat perbincangan dengan kakak saya. Seperti biasa bila saya dan kakak saya kumpul maka yang terjadi adalah sebuah perbincangan yang tidak penting dan terkesan aimless conversation. Pembicaraan dibuka dengan membahas bahasa Indonesia yang memiliki padanan kata dengan bahasa Malaysia yang aneh tapi nyata. Seperti rumah sakit bersalin (Indonesia) sama dengan rumah sakit korban lelaki (Malaysia); tiarap (Indonesia) sama dengan bersetubuh dengan bumi (Malaysia) dan purnawirawan (Indonesia) sama dengan laskar-laskar tak berguna (Malaysia). Dan pecahlah tawa dia antara kami.

Lantas tawa pun hilang ketika saya membaca berita tentang para veteran kemerdekaan Republik Indonesia di Kabupaten Jombang menuntut hak mereka berupa tunjangan dana kehormatan. Hal yang membuat miris adalah mereka mengaku harus memberikan surat keterangan miskin untuk mendapatkan dana tunjangan tersebut dan tidak akan mendapatkan tunjangan tersebut jika sudah mendapat pensiun. Terlintas di benak saya adalah orang-orang lanjut usia, yang mungkin setua kakek saya, masih harus berjuang untuk mendapatkan hak mereka.

Apakah dengan berlalunya masa perjuangan kemerdekaan maka para veteran tersebut dianggap sebagai "laskar-laskar tak berguna" sampai-sampai hak mereka pun sulit untuk didapatkan??

Ataukah perjuangan yang mereka lakukan etisnya tidak mengandung pamrih di dalamnya??

Friday, November 7, 2008

Hidup dalam Penantian

Menunggu. Semua orang sedang menunggu. Itulah inti dari film besutan Steven Spielberg berjudul “The Terminal”. Sama seperti jawaban Tuhan atas banyak permohonan manusia: YA, TIDAK atau TUNGGU. Terkadang manusia termasuk saya tidak menyukai berada dalam keadaan menunggu. Penantian dalam ketidakpastian. Ketidakpastian adalah sebuah risiko yang akan dihindari oleh para risk averse mungkin juga saya. I cannot predict anything except unpredictability (George Soros, 1998). Selain "dalam keadaan menunggu" nilai yang menonjol lainnya adalah pertemanan yang kuat, rela berkorban dan ketulusan dalam mencintai seseorang. Film ini, seperti banyak film yang di bintangi oleh Tom Hanks yang sarat dengan pesan moral seperti “Green Mile”, “Forrest Gump”, “Castaway”, “Philadelphia”, ”Catch Me If You Can” dan lainnya yang mungkin terlewat saya sebutkan. Namun yang pasti adalah lewat banyak cerita yang ditawarkan oleh film-film diatas kita bisa belajar berbagai bentuk kehidupan yang mungkin berbeda dengan kehidupan yang sedang kita jalani sekarang.

Ya, seorang Tom Hanks yang saya tahu dari setiap filmnya yang saya tonton adalah seorang aktor yang luar biasa dalam bermain watak. Tom Hanks mungkin bisa menjadi penerus aktor-aktor seperti Anthony Hopkins ataupun Jack Nicholson yang masuk dalam jejeran aktor kawakan pemain watak. Wajar saja jika Tom Hanks selalu bermain dalam film-film berkualitas bukan saja karena pendukung film seperti sutradara, para kru ataupun inti ceritanya yang memang bagus tapi juga karena kemampuan Tom Hanks tidak perlu diragukan lagi dalam membangun sebuah cerita lewat lakon yang diperaninya.

“The Terminal” tidak jauh berbeda dengan “Green Mile”, salah satu film favorit saya sepanjang waktu, sanggup membuat saya menangis. Film yang dikemas dengan sangat apik yang menyentuh sisi kemanusiaan. Tidak terlalu sulit untuk membuat para penonton seperti saya menitikkan air mata.

Setelah saya menonton film ini saya berkata pada diri saya sendiri bahwa belajarlah untuk sabar menunggu. Namun sebagai manusia saya akan selalu bertanya sampai kapan saya harus menunggu??
Dan muncullah jawaban: sampai saatnya tiba karena semua indah pada waktunya.

Thursday, November 6, 2008

Quote of The Day

"Smart women love smart men more than smart men love smart women" - Natalie Portman.

Monday, November 3, 2008

Sadarkan Mereka...

UTS telah usai, satu beban terlepas sudah. Senang rasanya. Seperti biasa saya pulang ke rumah menjelang akhir pekan. Tanpa sengaja dalam perjalanan pulang saya bertemu dengan seseorang yang sekarang sedang menyusun thesis pada program pascasarjana FEUI. Dia bekerja di Departemen Perdagangan. Dia masuk dalam kelas khusus yang semua murid terdiri dari para pegawai departemen perdagangan sekitar 40 orang belum lagi sekitar 23 orang yang berada di program MPKP. Ya benar, semua biaya sekolah para pegawai ini ditanggung oleh Departemen Perdagangan. Berikut tunjangan yang mereka dapatkan:
1. Semua biaya kuliah selama 1,5 tahun (program khusus yang dipadatkan) ditanggung oleh Departemen Perdagangan.
2. Adanya uang saku sebesar nilai gaji satu bulan yang diberikan tiap bulan.
3. Buku gratis, bahkan sempat seorang suami istri kenalannya menjual buku-buku tersebut seharga Rp 400.000/buku karena sang istri cukup menggunakan buku bekas suaminya.
4. Adanya uang saku tambahan bagi mereka yang sedang menyusun thesis karena mereka membutuhkan dana untuk membeli data dan membiayai keperluan thesis lainnya.
5. Belum lagi rencana Departemen Perdagangan yang akan menyekolahkan mereka hingga S3 karena para atasan di departemen banyak yang akan pensiun. Merekalah yang nantinya harus menggantikan jabatan-jabatan kosong tersebut.
6. Yang lebih membuat heran lagi adalah mereka tetap menerima gaji mereka tiap bulan meskipun mereka tidak bekerja.

Gambaran diatas membuat saya berkata dalam hati, “No wonder kalau masih banyak orang berduyun-duyun ingin menjadi PNS bekerja di pemerintahan.” Terlalu banyak biaya yang harus ditanggung oleh negara ini hanya untuk membiayai pegawai yang sebegitu banyaknya. Belum lagi para pegawai yang mendapat beasiswa sekolah hingga S3 terlebih yang melanjutkannya ke luar negeri. Biaya ini baru dari biaya beasiswa belum lagi menggaji dan memberi tunjangan para pegawai yang tidak produktif di tiap kantor kepemerintahan. Bahkan kenalan baru saya pun menyadari bahwa setelah dia lulus dia harus memberikan kontribusi yang signifikan bagi negara ini. Saya harap juga begitu. Mudah-mudahan mereka tidak lupa akan hal itu.

Tanpa malu-malu kenalan baru saya ini berkata bahwa dia sering menerima uang senilai kurang lebih Rp 1.000.000 hanya untuk proses tanda tangan. Dengan polosnya dia berkata, “Itukan bukan makan gaji buta, namanya juga berkat, masa mau ditolak!” MENURUT LO? Lu sekarang dapat gaji tanpa bekerja aja udah makan gaji buta. Please!!!

Saya menceritakan hal ini kepada keluarga saya lantas ayah saya memberikan komentar salah satunya berkata demikian, “Ada tiga syarat utama yang seharusnya dipenuhi seseorang saat bekerja di pemerintahan:
1. Jujur
2. Pintar
3. Loyal
namun mayoritas para pegawai kita hanya memiliki 2 dari syarat itu. Apabila dia jujur dan pintar pasti tidak betah bekerja di pemerintahan kita (tidak loyal) dan akhirnya dia memilih untuk keluar dari pekerjaan karena situasi kerja yang sering tidak sesuai dengan idealismenya. Jika dia pintar dan loyal pasti tidak jujur karena kemungkinan semua yang dia lakukan untuk kemakmuran dirinya semata. Kondisi yang ketiga yaitu apabila loyal dan jujur maka dia akan dianggap bodoh.”

Ada benarnya juga sih.